selamat datang

membaca adalah jendela dunia

Selasa, 06 September 2011

Urgensi Riset Gempa Kalbar

Tepat pukul 08.26 lebih 48 detik WIB, Selasa (23/8), Bumi Sungai Duri, Bengkayang mendadak bergetar.

Getaran yang dipicu gempa bumi ringan ini, memantik kepanikan masyarakat Bengkayang hingga Kota Singkawang. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, memastikan gempa mencapai kedalaman 37 Km 1.15 LU 109.19 BT.

Pusat gempa di darat, 132 kilometer Barat Laut Pontianak. Kendati tak ada korban jiwa dan kerusakan material signifikan, gempa di fase 10 hari terakhir Ramadan, mengejutkan khalayak Kalbar, Indonesia sekalipun.

Sejak negara-negara kawasan Samudra Hindia memutuskan membangun Tsunami Early Warning System pascatsunami dahsyat, 26 Desember 2004 yang meluluhlantakkan sejumlah negara, Kalimantan diyakini aman dari terjangan tsunami maupun gempa bumi.

Kalimantan tak masuk zona subduksi di lepas pantai Indonesia yang menjadi sumber utama tsunami jauh yang melintasi Samudra Hindia. Kalimantan, termasuk Kalbar juga bukan kategori wilayah bergunung-gunung berapi yang potensial mengundang gempa bumi.

Gempa bumi di Bengkayang pun fenomenal dan langka. Lazim, kalau warga Bengkayang dan Singkawang sempat panik. Selain data riset ahli kompeten Indonesia dan luar negeri tak mencatatkan kerawanan gempa di Kalbar, masyarakat tak punya pengetahuan cukup menghadapi gempa, apalagi tsunami.

Sahih kah riset ahli kompeten? Gempa Bengkayang membuktikan kehebatan manusia relatif, bukan mutlak. Apa yang menurut manusia (pakar) tak mungkin, bagi Tuhan menjadi mungkin jika berkehendak.

Kendati peristiwa Sungai Duri tak harus ditakuti, bukan berarti dikecilkan, dikerdilkan, apalagi disederhanakan. Warga Kalbar patut tetap waspada dan tak boleh terlena. Faktanya pemerintah kecolongan. Begitu yakinnya Kalbar bebas gempa, tak ada alat pendeteksi gempa mumpuni.

Mencegah Tragedi
Dua piranti pendeteksi gempa di BMKG Pontianak dan Sintang, tak mampu mendeteksi lempeng bergerak di 132 kilometer Barat Laut Pontianak. Bumi Bengkayang dan Singkawang pun bergetar.

Kasi Observasi BMKG Supadio Pontianak, Sri Ningsing, blak-blakan mengaku bingung atas getaran di Sungai Duri. BMKG Supadio baru mengerti getaran akibat gempa bumi, setelah mendapat penjelasan dari BMKG Pusat di Jakarta.

Tugas niscaya pemerintah daerah hingga pusat kini, melaksanakan riset mendalam dan komprehensif terhadap lempeng bergerak di Kalbar dan sekitarnya. Kita tak tahu, apakah pusat 132 kilometer Barat Laut Pontianak memiliki benang merah dengan gempa 6,2 SR di Barat Daya Krui Lampung, empat jam sebelumnya.

Atau terkait gempa 5,4 SR yang melanda Banda Aceh, pukul 15.18, Minggu (21/8). Kita berharap gempa Sungai Duri tak terkait rangkaian gempa di Pulau Sumatera atau gempa 6,8 SR yang mengguncang Fukushima, Jepang, Jumat (19/8) lalu.

Gempa berkekuaran 4,4 SR di Bengakayang naif memantik tsunami. Warga Kalbar tak perlu resah. Tsunami terjadi, apabila gempa bumi berpusat di tengah laut dan dangkal (0-30 km), kekuatan gempa minimal 6,5 SR dan polanya sesar naik atau sesar turun.

Meski begitu, pemerintah tak boleh meremehkan fakta gempa Sungai Duri. Segera gelar riset mendalam, sekaligus menyiapkan antisipasi dini terhadap gempa di Kalbar sebagai wujud kasih-sayang pemerintah kepada masyarakat Kalbar.

Wajib diingat, gempa bumi umumnya menimbulkan kerugian besar. Mulai bangunan roboh, kebakaran, permukaan tanah merekat dan jalan putus, tanah longsor, banjir akibat rusaknya tanggul, hingga tsunami yang merenggut nyawa. Mari petik hikmah dari tragedi getir di Aceh, Yogyakarta atau pun Mentawai. (*)
sumber: Tribun ptk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar